TARI YOSPAN
Tari Yospan adalah jenis tarian Kontemporer yang menggambarkan pergaulan atau persahabatan pada kaum muda-mudi Biak Numfor. Tarian ini muncul pada tahun 1960 yang kemudian sempat menjadi bagian dari senam kesehatan jasmani (SKJ) disejumlah instansi pemerintahan. Yospan adalah bentuk akronim dari kata Yosim Pancar. Tari Yospan adalah tarian dari penggabungan dua tarian rakyat papua yaitu Yosim dan Pancar.
Tari Yosim berasal dari wilayah teluk Sairei(Serul, Waropen). Gerak tarian ini mirip poleneis (dansa asal Eropa) namun dalam tarian Yosim lebih mengutamakan kebebasan dalam mengekspresikan gerakan dan mengandalkan kelincahan gerak tari. Sedangkan Tari Pancar berasal dari daerah yang berbeda yaitu daerah Biak, Numfor dan Manokwari. Tarian ini lebih kaku karena dalam gerakannya mengikuti irama Tifa,Ukulele,Gitar dan sebagainya.
Gerakan tarian ini terinspirasi saat pesawat-pesawat bermesin jet mulai mendaratkan rodanya di Biak sekitar 1960 an saat terjadi konflik antara Kerajaan Belanda dengan Pemerintah Indonesia. Pada waktu itu, banyak pesawat-pesawat tempur MiG buatan Rusia yang dipacu oleh pilot-pilot Indonesia terbang di atas langit Biak tepatnya di atas Bandara Frans Kaisiepo sambil melakukan gerakan-gerakan aerobatikGerak tarian ini yaitu gerakan dasar yang penuh semangat, dinamik, dan menarik. Gerakannya dilakukan dengan cara berjalan sambil menari berkeliling lingkaran di iringi oleh musisi yang menyanyikan lagu asal daerah Papua. Gerakan yang terkenal dalam tarian ini adalah pancar gas yang merupakan representasi dari pesawat-pesawat yang melintas dan meninggalkan awan putih di langit,gale-gale, jef,pacul tiga,seka dan sebagainya.
TARI GOLEK MENAK
Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Penciptaan tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah menyaksikan pertunjukkan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Disebut juga Beksa Golek Menak, atau Beksan Menak. Mengandung arti menarikan wayang Golek Menak.
Karena sangat mencintai budaya Wayang Orang maka Sri Sultan merencanakan ingin membuat suatu pagelaran yaitu menampilkan tarian wayang orang. Untuk melaksanakan ide itu Sultan pada tahun 1941 memanggil para pakar tari yang dipimpin oleh K.R.T. Purbaningrat, dibantu oleh K.R.T. Brongtodiningrat, Pangeran Suryobrongto, K.R.T. Madukusumo, K.R.T. Wiradipraja, K.R.T.Mertodipuro, RW Hendramardawa, RB Kuswaraga dan RW Larassumbaga.
Melalui pertemuan-pertemuan, dialog dan sarasehan antara sultan dengan para seniman dan seniwati, maka sultan Hamengku Buwana IX membentuk suatu tim penyempurna tari Golek Menak gaya Yogyakarta. Tim tersebut terdiri dari enam lembaga, yaitu: Siswo Among Beksa, Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI), Mardawa Budaya, Paguyuban Surya Kencana dan Institut Seni Indonesia (ISI).
TARI KIJANG
Tari kijang secara umum adalah kesenian rakyat yang menggambarkan suasana perburuan. Dalam tarian tersebut pemburu menggunakan jamparing dan gondewah (busur dan anak panah).
Tari kidang memberi sindiran kepada seorang tokoh yang bergelar: Kidang Pananjung, Kidang Kancana, dan Kidang Soka (Sokawayana). Pemburu yang menggunakan jamparing dan gondewah (busur-anak panah) merujuk kepada seorang tokoh yaitu: Ki Ageng Pamanah Rasa, nuansa ini diabadikan oleh para leluhur di dalam tarian ini tidak lain untuk mengingat tokoh Kidang Kancana yang sangat halus budinya, santun perilakunya, tegas dan tajam dalam memberi keputusan dan pernyataan (twah), yang kemudian dijadikan contoh didalam kehidupan bermasyarakat.
Biasanya tarian kijang ini di pentaskan untuk acara Ritual Pernikahan, Khitanan, 7 bulanan, Seren Taun, panen dan berbagai ritual lainnya. Kemudian tarian ini di kenal oleh masyarakat. Terutama Sunda Besar. Tarian ini awalnya memang masih sakral. Tapi sekarang sudah banyak di pentaskan untuk acara hiburan. Oleh karena itu, banyak orang yang mengetahui tentang tarian ini.
TARI SRIKANDI CAKIL
Tari Srikandhi Cakil merupakan pethilan dari cerita mahabarata. Dimana menceritakan Cakil yang diutus oleh Prabu Jungkungmardeya dari Palanggubarja untuk memboyong Dewi Wara Srikandhi yang akan dijadikan istri Prabu Jungkungmardeya. Di tengah perjalanan Cakil bertemu dengan Srikandhi tetapi Cakil belum tau kalau sebenarnya wanita yang ditemuinya itu adalah Dewi Wara Srikandhi. Setelah terjadi dialog antara keduanya Cakil terkejut karena ternyata wanita yang ada di hadapannya adalah Dewi Wara Srikandhi yang dicarinya. Dalam dialog itu Cakil menyampaikan pesan dari prabunya untuk memboyong Dewi Wara Srikandhi, karena Srikandhi menolak maka Cakil berusaha memboyong Srikandhi secara paksa sehingga terjadi peperangan antara keduanya dan akhirnya Cakil kalah oleh pana Srikandi.
Sebagai tarian karakter, pemain Srikandi tidak hanya pandai menari akan tetapi juga harus mampu dan paham betul gending iringannya, antawecana, tembangan dengan baik. Gerakan harus cepat tegas, gesit memainkan samparan (jarik ekor yang diselipkan di kaki). Saat “srisig” (berjalan dengan cepat dengan gerak kaki jinjit dan lutut ditekuk sedikit) maupun pada saat perang, kain samparan tidak boleh terinjak.
TARI RATÉB MEUSEUKAT
Tari Ratéb Meuseukat merupakan salah satu tarian Aceh yang berasal dari Aceh. Nama Ratéb Meuseukat berasal dari bahasa Arab yaitu ratéb asal kata ratib artinya ibadat dan meuseukat asal kata sakat yang berarti diam. Diberitakan bahwa tari Ratéb Meuseukat ini diciptakan gerak dan gayanya oleh anak Teungku Abdurrahim alias Habib Seunagan (Nagan Raya), sedangkan syair atau ratéb-nya diciptakan oleh Teungku Chik di Kala, seorang ulama di Seunagan, yang hidup pada abad ke XIX. Isi dan kandungan syairnya terdiri dari sanjungan dan puji-pujian kepada Allah dan sanjungan kepada Nabi, dimainkan oleh sejumlah perempuan dengan pakaian adat Aceh.
Pada mulanya Ratéb Meuseukat dimainkan sesudah selesai mengaji, dan juga hal ini tidak terlepas sebagai media dakwah. Pada akhirnya juga permainan Ratéb Meuseukat itu dipertunjukkan juga pada upacara agama dan hari-hari besar, upacara perkawinan dan lain-lainnya yang tidak bertentangan dengan agama. Perbedaan utama antara tari Ratéb Meuseukat dengan tari Saman ada 3 yaitu, pertama tari Saman menggunakan bahasa Gayo, sedangkan tari Ratéb Meuseukat menggunakan bahasa Aceh. Kedua, tari Saman dibawakan oleh laki-laki, sedangkan tari Ratéb Meuseukat dibawakan oleh perempuan. Ketiga, tari Saman tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan tari Ratéb Meuseukat diiringi oleh alat musik, yaitu rapa’i dan geundrang.
Tari Yospan adalah jenis tarian Kontemporer yang menggambarkan pergaulan atau persahabatan pada kaum muda-mudi Biak Numfor. Tarian ini muncul pada tahun 1960 yang kemudian sempat menjadi bagian dari senam kesehatan jasmani (SKJ) disejumlah instansi pemerintahan. Yospan adalah bentuk akronim dari kata Yosim Pancar. Tari Yospan adalah tarian dari penggabungan dua tarian rakyat papua yaitu Yosim dan Pancar.
Tari Yosim berasal dari wilayah teluk Sairei(Serul, Waropen). Gerak tarian ini mirip poleneis (dansa asal Eropa) namun dalam tarian Yosim lebih mengutamakan kebebasan dalam mengekspresikan gerakan dan mengandalkan kelincahan gerak tari. Sedangkan Tari Pancar berasal dari daerah yang berbeda yaitu daerah Biak, Numfor dan Manokwari. Tarian ini lebih kaku karena dalam gerakannya mengikuti irama Tifa,Ukulele,Gitar dan sebagainya.
Gerakan tarian ini terinspirasi saat pesawat-pesawat bermesin jet mulai mendaratkan rodanya di Biak sekitar 1960 an saat terjadi konflik antara Kerajaan Belanda dengan Pemerintah Indonesia. Pada waktu itu, banyak pesawat-pesawat tempur MiG buatan Rusia yang dipacu oleh pilot-pilot Indonesia terbang di atas langit Biak tepatnya di atas Bandara Frans Kaisiepo sambil melakukan gerakan-gerakan aerobatikGerak tarian ini yaitu gerakan dasar yang penuh semangat, dinamik, dan menarik. Gerakannya dilakukan dengan cara berjalan sambil menari berkeliling lingkaran di iringi oleh musisi yang menyanyikan lagu asal daerah Papua. Gerakan yang terkenal dalam tarian ini adalah pancar gas yang merupakan representasi dari pesawat-pesawat yang melintas dan meninggalkan awan putih di langit,gale-gale, jef,pacul tiga,seka dan sebagainya.
TARI GOLEK MENAK
Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Penciptaan tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah menyaksikan pertunjukkan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Disebut juga Beksa Golek Menak, atau Beksan Menak. Mengandung arti menarikan wayang Golek Menak.
Karena sangat mencintai budaya Wayang Orang maka Sri Sultan merencanakan ingin membuat suatu pagelaran yaitu menampilkan tarian wayang orang. Untuk melaksanakan ide itu Sultan pada tahun 1941 memanggil para pakar tari yang dipimpin oleh K.R.T. Purbaningrat, dibantu oleh K.R.T. Brongtodiningrat, Pangeran Suryobrongto, K.R.T. Madukusumo, K.R.T. Wiradipraja, K.R.T.Mertodipuro, RW Hendramardawa, RB Kuswaraga dan RW Larassumbaga.
Melalui pertemuan-pertemuan, dialog dan sarasehan antara sultan dengan para seniman dan seniwati, maka sultan Hamengku Buwana IX membentuk suatu tim penyempurna tari Golek Menak gaya Yogyakarta. Tim tersebut terdiri dari enam lembaga, yaitu: Siswo Among Beksa, Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI), Mardawa Budaya, Paguyuban Surya Kencana dan Institut Seni Indonesia (ISI).
TARI KIJANG
Tari kijang secara umum adalah kesenian rakyat yang menggambarkan suasana perburuan. Dalam tarian tersebut pemburu menggunakan jamparing dan gondewah (busur dan anak panah).
Tari kidang memberi sindiran kepada seorang tokoh yang bergelar: Kidang Pananjung, Kidang Kancana, dan Kidang Soka (Sokawayana). Pemburu yang menggunakan jamparing dan gondewah (busur-anak panah) merujuk kepada seorang tokoh yaitu: Ki Ageng Pamanah Rasa, nuansa ini diabadikan oleh para leluhur di dalam tarian ini tidak lain untuk mengingat tokoh Kidang Kancana yang sangat halus budinya, santun perilakunya, tegas dan tajam dalam memberi keputusan dan pernyataan (twah), yang kemudian dijadikan contoh didalam kehidupan bermasyarakat.
Biasanya tarian kijang ini di pentaskan untuk acara Ritual Pernikahan, Khitanan, 7 bulanan, Seren Taun, panen dan berbagai ritual lainnya. Kemudian tarian ini di kenal oleh masyarakat. Terutama Sunda Besar. Tarian ini awalnya memang masih sakral. Tapi sekarang sudah banyak di pentaskan untuk acara hiburan. Oleh karena itu, banyak orang yang mengetahui tentang tarian ini.
TARI SRIKANDI CAKIL
Tari Srikandhi Cakil merupakan pethilan dari cerita mahabarata. Dimana menceritakan Cakil yang diutus oleh Prabu Jungkungmardeya dari Palanggubarja untuk memboyong Dewi Wara Srikandhi yang akan dijadikan istri Prabu Jungkungmardeya. Di tengah perjalanan Cakil bertemu dengan Srikandhi tetapi Cakil belum tau kalau sebenarnya wanita yang ditemuinya itu adalah Dewi Wara Srikandhi. Setelah terjadi dialog antara keduanya Cakil terkejut karena ternyata wanita yang ada di hadapannya adalah Dewi Wara Srikandhi yang dicarinya. Dalam dialog itu Cakil menyampaikan pesan dari prabunya untuk memboyong Dewi Wara Srikandhi, karena Srikandhi menolak maka Cakil berusaha memboyong Srikandhi secara paksa sehingga terjadi peperangan antara keduanya dan akhirnya Cakil kalah oleh pana Srikandi.
Sebagai tarian karakter, pemain Srikandi tidak hanya pandai menari akan tetapi juga harus mampu dan paham betul gending iringannya, antawecana, tembangan dengan baik. Gerakan harus cepat tegas, gesit memainkan samparan (jarik ekor yang diselipkan di kaki). Saat “srisig” (berjalan dengan cepat dengan gerak kaki jinjit dan lutut ditekuk sedikit) maupun pada saat perang, kain samparan tidak boleh terinjak.
TARI RATÉB MEUSEUKAT
Tari Ratéb Meuseukat merupakan salah satu tarian Aceh yang berasal dari Aceh. Nama Ratéb Meuseukat berasal dari bahasa Arab yaitu ratéb asal kata ratib artinya ibadat dan meuseukat asal kata sakat yang berarti diam. Diberitakan bahwa tari Ratéb Meuseukat ini diciptakan gerak dan gayanya oleh anak Teungku Abdurrahim alias Habib Seunagan (Nagan Raya), sedangkan syair atau ratéb-nya diciptakan oleh Teungku Chik di Kala, seorang ulama di Seunagan, yang hidup pada abad ke XIX. Isi dan kandungan syairnya terdiri dari sanjungan dan puji-pujian kepada Allah dan sanjungan kepada Nabi, dimainkan oleh sejumlah perempuan dengan pakaian adat Aceh.
Pada mulanya Ratéb Meuseukat dimainkan sesudah selesai mengaji, dan juga hal ini tidak terlepas sebagai media dakwah. Pada akhirnya juga permainan Ratéb Meuseukat itu dipertunjukkan juga pada upacara agama dan hari-hari besar, upacara perkawinan dan lain-lainnya yang tidak bertentangan dengan agama. Perbedaan utama antara tari Ratéb Meuseukat dengan tari Saman ada 3 yaitu, pertama tari Saman menggunakan bahasa Gayo, sedangkan tari Ratéb Meuseukat menggunakan bahasa Aceh. Kedua, tari Saman dibawakan oleh laki-laki, sedangkan tari Ratéb Meuseukat dibawakan oleh perempuan. Ketiga, tari Saman tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan tari Ratéb Meuseukat diiringi oleh alat musik, yaitu rapa’i dan geundrang.
Komentar
Posting Komentar