TARI RATEB MEUSEUKAT
Tari Rateb Meuseukat, Aceh. Tari Saman merupakan penggal seni Aceh yang popularitasnya melambung, bahkan telah membuat takjub masyarakat dunia. Karena populeh, hampir setiap tarian duduk Aceh ditampilkan, sebagian besar orang (khususnya yang luar Aceh) menganggapnya sebagai Tari Saman. Padahal, tari duduk Aceh sangatlah banyak macamnya, seperti Likok Pulo, Ratoeh Duek, tidak terkecuali Rateb Meuseukat yang akan dibahas dalam artikel ini.
Pada dasarnya tarian-tarian Aceh terbagi menjadi dua macam, yakni tari duduk dan tari berdiri. Rateeb atau yang dalam bahasa Aceh disebut ratoh merujuk pada kegiatan berdoa atau berdzikir yang dinyanyikan atau diiramakan. Awalnya ratoh dilakukan dalam posisi duduk (duek) sehingga lahirlah istilah Ratoh Duek. Oleh karena pergerakan yang lebih meluas dan ada yang dilakukan sambil berdiri (dong), muncullah istilah Ratoh Dong.
Tersebutlah nama seorang ulama, Teuku Muhammad Thaib yang memperkenalkan Tari Rateb Meuseukat pada kisaran abad ke-19. Beliau adalah seorang pemimpin dari sebuah pendidikan agama Islam di Kila, Seunagan, Kabupaten Nagan Raya (dulu Kabupaten Aceh Barat). Tarian ini terlahir dari aktivitas berdzikir bersama (meurateb) sebagai cara mengusir kejenuhan disela-sela kegiatan belajar murid-murid beliau.
Sebelum memimpin di pendidikan agama Islam tersebut, Teuku Muhammad Thaib yang termasuk bangsawan di gampong Rumoh Baro ini pernah belajar di Baghdad, Irak. Disana beliau belajar pada seorang filosof dan ulama besar Irak, Ibnu Maskawaihi. Pada gurunya tersebut, Teuku Muhammad Thaib belajar pengetahuan Islam serta beberapa cabang pengetahuan lainnya, termasuk seni sebagai satu media dakwah.
TARI RATEB MEUSEUKAT
Seperti halnya Tari Saman, Tari Rateb Meuseukat juga termasuk ratoh duek jika istilah tersebut merujuk semua tarian duduk Aceh. Dalam khasanah tarian Aceh, ratoh duek sendiri telah menjadi nama bagi sebuah tarian tersendiri. Ada juga yang berpendapat, Rateb Meuseukat adalah Tari Saman yang ditarikan oleh perempuan. Seperti diketahui, Saman merupakan tari yang khusus ditarikan oleh laki-laki.
Sebenarnya, banyak sekali perbedaan diantara keduanya, termasuk sejarah kelahirannya. Tari Saman adalah kesenian asli Suku Gayo di dataran tinggi Gayo di Aceh Tenggara, sedangkan Rateb Meuseukat lahir di Kabupaten Nagan Raya di Aceh Barat. Terlepas dari perbedaan tersebut, keduanya tetap mengusung kekhasan seni tari Aceh, yang bernuansa Islam, ditarikan banyak penari, serta banyak pengulangan gerak serupa dan rancak.
Rateb Meuseukat tumbuh dan berkembang sebagai seni tari yang hanya dibawakan oleh kaum perempuan saja. Hal ini sejalan dengan ide awal yang selain difungsikan untuk mengusir kejenuhan, juga untuk mengarahkan mereka agar lebih memusatkan pikiran dan jiwaraga memuji kebesaran Tuhan, ketimbang mempercakapkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
TARI RATEB MEUSEUKAT
Rateb Meuseukat adalah jenis tarian Aceh yang dibawakan dalam posisi duduk oleh sejumlah penari perempuan. Posisi dan gerakan tari Rateb Meuseukat mirip dengan tari Saman yang khusus ditarikan oleh laki-laki, sehingga menimbulkan salah persepsi bahwa tari Saman juga dibawakan oleh perempuan. Kedua tarian berasal dari wilayah yang berbeda, tari Saman dari dataran tinggi Gayo di Aceh Tenggara, sedangkan Rateb Meuseukat dari kabupaten Nagan Raya di Aceh Barat.
Rateeb Meuseukat terdiri dari dua suku kata yaitu rateeb dan meuseukat. Kata rateeb atau ratib dalam bahasa Aceh mengandung pengertian berdoa kepada Allah atau berdzikir, sedangkan meuseukat adalah nama seorang ulama dan filsuf Ibnu Maskawaihi dari Baghdad. Ada juga pendapat Hoesein Djayadiningrat yang menyatakan bahwa kata meuseukat berasal dari Muscat, ibu kota Oman di Jazirah Persia. Dalam bahasa Aceh sendiri kata meuseukat berasal dari sakat yang artinya diam atau khusyuk. Jadi bisa dibilang Rateeb Meuseukat bermakna kegiatan berdzikir yang dilakukan dengan khusyuk.
Tari Rateeb Meusekat dibawakan oleh minimal sepuluh orang perempuan dan maksimal tidak terbatas, yang dipimpin oleh seorang syekh. Ada juga yang menyebutkan tiga belas orang, harus berjumlah ganjil dan tidak boleh kurang dari sepuluh orang. Jumlah banyak dimaksudkan untuk mengantisipasi jika ada penari kelelahan bisa digantikan oleh yang lainnya. Hal ini dikarenakan tarian Aceh temponya dapat berubah sangat cepat dari lambat menjadi cepat dan sangat cepat. Penari juga kadangkala harus menyanyikan atau membawakan syair bersama-sama. Tentunya sangat menguras energi.
Tari Rateb Meuseukat, Aceh. Tari Saman merupakan penggal seni Aceh yang popularitasnya melambung, bahkan telah membuat takjub masyarakat dunia. Karena populeh, hampir setiap tarian duduk Aceh ditampilkan, sebagian besar orang (khususnya yang luar Aceh) menganggapnya sebagai Tari Saman. Padahal, tari duduk Aceh sangatlah banyak macamnya, seperti Likok Pulo, Ratoeh Duek, tidak terkecuali Rateb Meuseukat yang akan dibahas dalam artikel ini.
Pada dasarnya tarian-tarian Aceh terbagi menjadi dua macam, yakni tari duduk dan tari berdiri. Rateeb atau yang dalam bahasa Aceh disebut ratoh merujuk pada kegiatan berdoa atau berdzikir yang dinyanyikan atau diiramakan. Awalnya ratoh dilakukan dalam posisi duduk (duek) sehingga lahirlah istilah Ratoh Duek. Oleh karena pergerakan yang lebih meluas dan ada yang dilakukan sambil berdiri (dong), muncullah istilah Ratoh Dong.
Tersebutlah nama seorang ulama, Teuku Muhammad Thaib yang memperkenalkan Tari Rateb Meuseukat pada kisaran abad ke-19. Beliau adalah seorang pemimpin dari sebuah pendidikan agama Islam di Kila, Seunagan, Kabupaten Nagan Raya (dulu Kabupaten Aceh Barat). Tarian ini terlahir dari aktivitas berdzikir bersama (meurateb) sebagai cara mengusir kejenuhan disela-sela kegiatan belajar murid-murid beliau.
Sebelum memimpin di pendidikan agama Islam tersebut, Teuku Muhammad Thaib yang termasuk bangsawan di gampong Rumoh Baro ini pernah belajar di Baghdad, Irak. Disana beliau belajar pada seorang filosof dan ulama besar Irak, Ibnu Maskawaihi. Pada gurunya tersebut, Teuku Muhammad Thaib belajar pengetahuan Islam serta beberapa cabang pengetahuan lainnya, termasuk seni sebagai satu media dakwah.
TARI RATEB MEUSEUKAT
Seperti halnya Tari Saman, Tari Rateb Meuseukat juga termasuk ratoh duek jika istilah tersebut merujuk semua tarian duduk Aceh. Dalam khasanah tarian Aceh, ratoh duek sendiri telah menjadi nama bagi sebuah tarian tersendiri. Ada juga yang berpendapat, Rateb Meuseukat adalah Tari Saman yang ditarikan oleh perempuan. Seperti diketahui, Saman merupakan tari yang khusus ditarikan oleh laki-laki.
Sebenarnya, banyak sekali perbedaan diantara keduanya, termasuk sejarah kelahirannya. Tari Saman adalah kesenian asli Suku Gayo di dataran tinggi Gayo di Aceh Tenggara, sedangkan Rateb Meuseukat lahir di Kabupaten Nagan Raya di Aceh Barat. Terlepas dari perbedaan tersebut, keduanya tetap mengusung kekhasan seni tari Aceh, yang bernuansa Islam, ditarikan banyak penari, serta banyak pengulangan gerak serupa dan rancak.
Rateb Meuseukat tumbuh dan berkembang sebagai seni tari yang hanya dibawakan oleh kaum perempuan saja. Hal ini sejalan dengan ide awal yang selain difungsikan untuk mengusir kejenuhan, juga untuk mengarahkan mereka agar lebih memusatkan pikiran dan jiwaraga memuji kebesaran Tuhan, ketimbang mempercakapkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
TARI RATEB MEUSEUKAT
Rateb Meuseukat adalah jenis tarian Aceh yang dibawakan dalam posisi duduk oleh sejumlah penari perempuan. Posisi dan gerakan tari Rateb Meuseukat mirip dengan tari Saman yang khusus ditarikan oleh laki-laki, sehingga menimbulkan salah persepsi bahwa tari Saman juga dibawakan oleh perempuan. Kedua tarian berasal dari wilayah yang berbeda, tari Saman dari dataran tinggi Gayo di Aceh Tenggara, sedangkan Rateb Meuseukat dari kabupaten Nagan Raya di Aceh Barat.
Rateeb Meuseukat terdiri dari dua suku kata yaitu rateeb dan meuseukat. Kata rateeb atau ratib dalam bahasa Aceh mengandung pengertian berdoa kepada Allah atau berdzikir, sedangkan meuseukat adalah nama seorang ulama dan filsuf Ibnu Maskawaihi dari Baghdad. Ada juga pendapat Hoesein Djayadiningrat yang menyatakan bahwa kata meuseukat berasal dari Muscat, ibu kota Oman di Jazirah Persia. Dalam bahasa Aceh sendiri kata meuseukat berasal dari sakat yang artinya diam atau khusyuk. Jadi bisa dibilang Rateeb Meuseukat bermakna kegiatan berdzikir yang dilakukan dengan khusyuk.
Tari Rateeb Meusekat dibawakan oleh minimal sepuluh orang perempuan dan maksimal tidak terbatas, yang dipimpin oleh seorang syekh. Ada juga yang menyebutkan tiga belas orang, harus berjumlah ganjil dan tidak boleh kurang dari sepuluh orang. Jumlah banyak dimaksudkan untuk mengantisipasi jika ada penari kelelahan bisa digantikan oleh yang lainnya. Hal ini dikarenakan tarian Aceh temponya dapat berubah sangat cepat dari lambat menjadi cepat dan sangat cepat. Penari juga kadangkala harus menyanyikan atau membawakan syair bersama-sama. Tentunya sangat menguras energi.
Komentar
Posting Komentar